Info Populer 2022

Laporan Pendahuluan / LP TB Paru Lengkap, Download dalam bentuk file doc dan pdf

Laporan Pendahuluan / LP TB Paru Lengkap, Download dalam bentuk file doc dan pdf
Laporan Pendahuluan / LP TB Paru Lengkap, Download dalam bentuk file doc dan pdf
Salam teman sejawat sekalian, pada artikel kali ini masih tetap pada bahasan yang sama yaitu masih laporan pendahuluan / LP. kali ini kami akan mencoba membagikan laporan pendahuluan / LP TB Paru. TB Paru yang merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus tuberculosis dan menyerang daerah pernafasan yakni paru - paru. yang mana kasus ini sering kali kita temukan di ruangan paru. atau kalau dalam stase keperawatan kasus ini akan kita temui sebagai kasus medikal bedah.

bagi teman - teman yang sedang menjalani praktek, ataupun lagi ambil profesi keperawatan. pastilah tugas askep, LP, dan LK menjadi makanan sehari - hari. pada kesempatan kali ini kami akan bagikan laporan pendahuluan tb paru lengkap, yang bertujuan dapat membantu teman sekalian dalam membuat tugas askep, makalah, ataupun tugas LP.

file yang kami bagikan ini, berupa file laporan pendahuluan / LP dalam bentuk doc dan juga dalam bentuk pdf. bagi teman - teman yang membutuhkan silahkan didownload file dibawah ini untuk dijadikan sebagai referensi dalam pembuatan tugas askep ataupun makalah.
dan bagi teman teman yang ingin melihat isi dari laporan pendahuluan / LP tb paru yang kami bagikan, silahkan dilihat dibawah ini:

Laporan Pendahuluan TB Paru

Latar belakang

Penyakit TB Paru merupakan penyakit menahun/kronis (berlangsung lama) dan menular. Penyakit ini dapat diderita oleh setiap orang, tetapi paling sering menyerang orang-orang yang berusia antara 15 – 35 tahun, terutama mereka yang bertubuh lemah, kurang gizi atau yang tinggal satu rumah dan berdesak-desakan bersama penderita TBC. Lingkungan yang lembap, gelap dan tidak memiliki ventilasi memberikan andil besar bagi seseorang terjangkit TBC.

Penyakit Tuberkulosis dapat disembuhkan. Namun akibat dari kurangnya informasi berkaitan cara pencegahan dan pengobatan TBC, kematian akibat penyakit ini memiliki prevalensi yang besar. Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk di dunia untuk jumlah penderita TB. Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu lainnya meninggal.


Pengertian

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tetapi hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah.

Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman mycobacterium tubercolosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe.

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru.

Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi kompleks mycobacterium tuberculosis.

Berdasarkan beberapa definisi mengenai tuberkulosis diatas, maka dapat dirumuskan bahwa tuberculosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksius yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis yang menyerang parenkim paru, bersifat sistemis sehingga dapat mengenai organ tubuh lain, terutama meningen, tulang, dan nodus limfe.


Anatomi Fisiologi

Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung Mycobakterium tuberkulosis dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam. Orang dapat terifeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan. Setelah Mycobacterium tuberkulosis masuk ke dalam saluran pernapasan, masuk ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai memperbanyak diri. Basil juga secara sistemik melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus atas).

Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. lnfeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan.

Massa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding protektif. Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.

Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini, tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan selanjutnya.

Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah ke bawah ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti dengan periode aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif (Brunner dan Suddarth, 2002)


Etiologi

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik

Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.

Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.

Tanda Dan Gejala TB Paru

1) Batuk

Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Biasanya batuk ringan sehingga dianggap batuk biasa atau akibat rokok. Proses yang paling ringan ini menyebabkan sekret akan terkumpul pada waktu penderita tidur dan dikeluarkan saat penderita bangun pagi hari.

2) Dahak

Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian berubah menjadi purulen/kuning atau kuning hijau sampai purulen dan kemudian berubah menjadi kental bila sudah terjadi perlunakan.

3) Batuk darah

Darah yang dikeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak.

4) Nyeri dada

Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Bila nyeri bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis luas (nyeri dikeluhkan di daerah aksila, di ujung skapula atau di tempat-tempat lain)

5) Wheezing

Wheezing terjadi karena penyempitan lumen endobronkus yang disebabkan oleh sekret, bronkostenosis, peradangan, jaringan granula, ulserasi dan lain-lain (pada tuberkulosis lanjut).

6) Dispneu

Dispneu merupakan late symptom dari proses lanjut tuberkulosis paru akibat adanya restriksi dan obstruksi saluran pernapasan serta loss of vascular bed / thrombosis yang dapat mengakibatkan gangguan difusi, hipertensi pulmonal dan korpulmonal.

7) Panas badan

Merupakan gejala paling sering dijumpai dan paling penting sering kali panas badan sedikit meningkat pada siang maupun sore hari.

8) Menggigil

Dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi tidak diikuti pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama atau dapat terjadi sebagai suatu reaksi umum yang lebih hebat.

9) Keringat malam

Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberkulosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut. Nausea, takikardi dan sakit kepala timbul bila ada panas.

10) Gangguan menstruasi

Gangguan menstruasi sering terjadi bila proses tuberkulosis paru sudah menjadi lanjut.

11) Anoreksia

Anoreksia dan penurunan berat badan merupakan manifestasi toksemia yang timbul belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.

12) Lemah badan

Gejala-gejala ini dapat disebabkan oleh kerja berlebihan, kurang tidur dan keadaan sehari-hari yang kurang menyenangkan, karena itu harus dianalisa dengan baik dan harus lebih berhati-hati apabila dijumpai perubahan sikap dan temperamen (misalnya penderita yang mudah tersinggung), perhatian penderita berkurang atau menurun pada pekerjaan, anak yang tidak suka bermain, atau penyakit yang kelihatan neurotik.

Patofisiologi TB Paru

Kuman micobacterium tuberculosis masuk kedalam tubuh melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.

Fathway TB Paru

Fathway TB Paru
Untuk mendownload pathway tb paru doc, DISINI

Pemeriksaan Diagnostik

a.Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah tepi pada umumnya akan memperlihatkan adanya :
  • Anemia, terutama bila penyakit berjalan menahun
  • Leukositosis ringan dengan predominasi limfosit
  • Laju Endap Darah (LED) meningkat terutama pada fase akut, tetapi pada umumnya nilai-nilai tersebut normal pada tahap penyembuhan

b. Pemeriksaan radiologi
  • Bayangan lesi radiologik yang terletak di lapangan atas paru
  • Bayangan yang berawan atau berbecak
  • Adanya kavitas tunggal atau ganda
  • Adanya kalsifikasi
  • Kelainan bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
  • Bayangan yang menetap atau relatif setelah beberapa minggu

c. Pemeriksaan bakteriologik (sputum)

Ditemukan kuman mikobakterium tuberkulosis dari dahak penderita, memastikan diagnosis TB paru pada pemeriksaan dahak.

d. Uji tuberkulin

Sangat penting bagi diagnosis tersebut pada anak. Hal positif pada orang dewasa kurang bernilai.


Penatalaksanaan medis

a) Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

· Isoniazid (H)

Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian 5 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg berat badan.

· Rifampisin (R)

Bersifat bakterisid, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat dibunuh oleh isoniasid. Dosis 10 mg/kg berat badan. Dosis sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.

· Pirazinamid (Z)

Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian 25 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg berat badan.

· Streptomisin (S)

Bersifat bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.

· Etambutol (E)

Bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Dosis harian 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan 30 mg/kg berat badan.

b) Tahap Pengobatan

Pengobatan Tuberculosis diberikan dalam 2 tahap yaitu:

1. Tahap Intensif

Penderita mendapat obat setiap hari. Pengawasan berat/ketat untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua Obat Anti Tuberculosis (OAT).

2. Tahap Lanjutan

Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistem (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

c) Kategori Pemberian Obat Anti Tuberculosis

1. Kategori 1 (211RZE/4113R3)

Tahap intensif terdiri dari isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan Etambutol(E). Obat-obatan tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE), kemudian teruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk :
  • Penderita baru TBC paru BTA positif
  • Penderita TBC paru BTA negatif, rontgen positif.
  • Penderita TBC ekstra paru berat.

2. Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3RE3)

Tahap intensif diberikan selama 3 (tiga) bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan isoniasid (H), Rifampisn, Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan Isoniasid (H),Rifampisin (R), Etambutol (E) yang diberikan 3 kali dalam seminggu.

Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat. Obat ini diberikan untuk penderita kambuh, penderita gagal, penderita dengan pengobatan setelah lalai

3. Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ) diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R) selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk :
  • Penderita baru BTA negatif dan roentgen positif sakit ringan
  • Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis aksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang) sendi dan kelenjar adrenal.

4. OAT Sisipan (HRZE)

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari selama 1 bulan.


Komplikasi

Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
  • Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
  • Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
  • Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
  • Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.

Konsep Asuhan Keperawatan TB Paru

1. Pengkajian

Data Yang dikaji

A. Aktifitas/istirahat
  • Nafas pendek karena kerja
  • Kesultan tidur pada malam hari, menggigil atau berkeringat
  • Mimpi buruk
  • Takhikardi, takipnea/dispnea pada kerja
  • Kelelahan otot, nyeri , dan sesak

B. Integritas Ego
  • Adanya / factor stress yang lama
  • Masalah keuangan, rumah
  • Perasaan tidak berdaya / tak ada harapan
  • Menyangkal
  • Ansetas, ketakutan, mudah terangsang

C. Makanan / Cairan
  • Kehilangan nafsu makan
  • Tak dapat mencerna
  • Penurunan berat badan
  • Turgor kult buruk, kering/kulit bersisik
  • Kehilangan otot/hilang lemak sub kutan

D. Kenyamanan
  • Nyeri dada
  • Berhati-hati pada daerah yang sakit
  • Gelisah

E. Pernafasan
  • Nafas Pendek
  • Batuk
  • Peningkatan frekuensi pernafasan
  • Pengembangn pernafasan tak simetris
  • Perkusi pekak dan penuruna fremitus
  • Defiasi trakeal
  • Bunyi nafas menurun/tak ada secara bilateral atau unilateral
  • Karakteristik : Hijau /kurulen, Kuning atua bercak darah

F. Keamanan
  • Adanya kondisi penekanan imun
  • Test HIV Positif
  • Demam atau sakit panas akut

G. Interaksi Sosial
  • Perasaan Isolasi atau penolakan
  • Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab

Pemeriksaan Diagnostik
  1. Kultur Sputum
  2. Zeihl-Neelsen
  3. Tes Kulit
  4. Foto Thorak
  5. Histologi
  6. Biopsi jarum pada jaringan paru
  7. Elektrosit
  8. GDA
  9. Pemeriksaan fungsi Paru

Diagnosa Keperawatan
  1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
  2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
  3. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
  4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap.
  5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
  6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
  7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
  8. Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret, kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan, kurang informasi tentang infeksi kuman.

Intervensi dan Rasional

Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
Setelah diberikan tindakan keperawatan kebersihan jalan napas efektif, dengan criteria hasil: 
·         Mempertahankan jalan napas pasien.
·         Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
·         Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas.
·         Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi.
·         Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.
a.    Kaji  ulang fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan otot aksesori.b.   Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis. 
c.    Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam.
d.   Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
e.    Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
f.    Lembabkan udara/oksigen inspirasi.

Kolaborasi:
g.   Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi.
a. Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat. b.Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut .  
c. Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan.
d. Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
e. Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan.
f. Mencegah pengeringan membran mukosa.
g. Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
Setelah diberikan tindakan keperawatan pertukaran gas efektif, dengan kriteria hasil: 
·         Melaporkan tidak terjadi dispnea.
·         Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
·         Bebas dari gejala distress pernapasan.
a.    Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.b.    Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku. 
c.    Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
d.   Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
e.    Monitor GDA.
f.     Kolaborasi: Berikan oksigen sesuai indikasi.
a. Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress. b.Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.  
c. Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.
d. Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.
e. Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.
f. Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.
Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan finansial.
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan  kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria hasil: 
·         Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.
·         Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
a.    Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.b.    Kaji ulang  pola diet pasien yang disukai/tidak disukai. 
c.    Monitor intake dan output secara periodik.
d.   Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
e.    Anjurkan bedrest.
f.     Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
g.    Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Kolaborasi:
h.    Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
i.      Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
a. Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat b. Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.  
c. Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
d. Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
e. Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.
f. Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.
g. Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
h. Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.
i. Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap
Setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeridapat berkurang atau terkontrol, dengan KH: 
·         Menyatakan nyeri berkurang atauterkontrol
·         Pasien tampak rileks
a.    Observasi karakteristik nyeri, mis tajam, konstan , ditusuk. Selidiki perubahan karakter /lokasi/intensitas nyeri.b.    Pantau TTV 
c.    Berikan tindakan nyaman mis, pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang, relaksasi/latihan nafas
d.   Tawarkan pembersihan mulut dengan sering..
e.    Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batukikasi.
f.     Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi
a. Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat diukur.b.Perubahan frekuensi jantung TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan untuk perubahan tanda vital telah terlihat. 
c. Tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
d. Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
e. Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.
f. Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif, meningkatkan kenyamanan
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh kembali normal dengan KH : 
·         Suhu tubuh 36°C-37°C
a.         Kaji suhu tubuh pasienb.         Beri kompres air hangat 
c.         Berikan/anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000 cc/hari (sesuai toleransi)
d.        Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat
e.         Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam sekali atau sesuai indikasi
f.          Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat sesuai program.
a. Mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensib. Mengurangi panas dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau menggigil.  
c. Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi
d. Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan suhu tubuh.
e. Mendeteksi dini kekurangan cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
f. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan panas tubuh pasien.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien diharapkan mampu melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi dengan  kriteria hasil: 
·         Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentan normal.
a.    Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat  laporan  dispnea, peningkatan kelemahan atau kelelahan.b.    Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi. 
c.    Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatandan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
d.   Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat.
e.    Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
a. Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien memudahkan pemilihan intervensi.b.Menurunkan stress dan rangsanagn berlebihan, meningkatkan istirahat. 
c. Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk penyembuhan.
d. Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau menunduk ke depan meja atau bantal.
e. Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbanagnsuplai dan kebutuhan oksigen.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, interpretasi yang salah, informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
Setelah diberikan tindakan keperawatan tingkat pengetahuan pasien meningkat, dengan kriteria hasil: 
·         Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosisdan kebutuhan pengobatan.
·         Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru.
·         Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi.
·         Menerima perawatan kesehatan adekuat
a.    Kaji ulang  kemampuan belajar pasien misalnya: perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.b.    Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat. 
c.     Jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
d.   Jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah.
e.    Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
f.     Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
g.    Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
h.     Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
a. Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien. b.Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.  
c. Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
d. Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
e. Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
f. Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.
g. Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.
h. Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.
Risiko tinggi infeksi penyebaran / aktivitas ulang infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, fungsi silia menurun/ statis sekret, malnutrisi, terkontaminasi oleh lingkungan, kurang informasi tentang infeksi kuman.
Setelah diberikan tindakan keperawatan tidak terjadi penyebaran/ aktivitas ulang infeksi, dengan kriteria hasil: 
·         Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi.
·        Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.
-
a.    Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.b.    Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan. 
c.    Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk.
d.   Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
e.    Monitor temperatur.
f.     Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
g.     Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
Kolaborasi:
h.    Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
i.       Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin.
j.      Monitor sputum BTA.
a. Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.b. Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.  
c. Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
d. Mengurangi risilio penyebaran infeksi.
e. Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
f. Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.
g. Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
h. INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama.
i. Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten
j. Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi

Advertisement

Iklan Sidebar