Satu hal dalam vaksinasi ideal pada anak adalah pemberian vaksin sesuai jadwal. Tetapi pada sebagian keluarga, vaksinasi pada anaknya tidak dapat diberikan tepat waktu sesuai jadwal yang sudah ditetapkan. Ada beberapa halangan atau hambatan sehingga anaknya tidak divaksinasi sesuai jadwal, misal : anak yang sempat sakit berat sampai harus dirawat, kesibukan orang tua sehingga terlupa dengan jadwal vaksinasi anaknya atau mungkin saja petugas kesehatan terlupa untuk menginfokan jadwal vaksinasi selanjutnya.
Belakangan pada sebagian keluarga yang lain, anaknya sempat tidak dilakukan vaksinasi sama sekali karena terpengaruh dengan info-info yang keliru yang didapatnya dari bacaan di internet, dari info yang didapat dari penggiat anti vaksin atau info dari teman/lingkungan sekitarnya yang sudah lebih dulu terpapar dengan info keliru perihal vaksin. Tetapi setelah mendapat pencerahan maupun penjelasan dari sumber yang sahih (misal : setelah membaca website IDAI, AAP dan website kesehatan anak yang kredibel, maupun dari grup medsos ttg kesehatan anak atau grup sadar imunisasi), orang tuanya lalu berketapan hati untuk mengimunisasi anaknya. Membawanya ke dokter atau petugas kesehatan untuk divaksin, tetapi pada beberapa kejadian orang tua yang demikian malah “dimarahi” oleh dokter atau petugas kesehatan gara2 anaknya tidak pernah divaksin sama sekali. Hal tersebut bukanlah sikap yang bijak tentunya.
Lalu bagaimana dengan anak yang mengalami kejadian seperti ini ?
Ada beberapa hal yang selayaknya kita ketahui, antara lain :
1. Pemberian vaksin yang pernah diberikan telah membentuk sel memori yang setiap saat siap untuk memperbanyak antibodi. Pada vaksinasi yang dilakukan beberapa kali spt DPT, pemberian vaksin pertama akan diperkuat dengan pemberian vaksin berikutnya sehingga didapat kadar antibodi yang optimal (protective level)
2. Vaksinasi pada dasarnya tidak mengenal istilah “hangus” karena itu vaksinasi tidak perlu diulang dari awal bila terlambat memberikan dosis berikutnya. Untuk mengejar ketertinggalan dilakukan “catch-up immunization” sesuai dengan data atau catatan vaksin yang pernah diberikan, tidak peduli berapa waktu keterlambatannya antar dosis pemberian vaksin.
3. Pencatatan vaksinasi yang baik akan membuat vaksin yang terlewat, terlambat atau tidak terlaksana pada waktunya, mudah terlihat sehingga dokter akan mudah menjadwalkannya kembali.
4. Untuk mengejar ketertinggalan tersebut, pemberian vaksin dapat digunakan vaksin kombinasi (misal, DPT, DPT Combo, Pentabio, Infanrix HIB IVP, Infanrix Hexa, Pediacel, MMR dsb) ataupun pemberian secara simultan (dalam satu kali kunjungan diberikan lebih dari 1 x vaksinasi). Vaksin kombinasi di Indonesia makin berkembang, terakhir Biofarma sudah memperoduksi vaksin Pentavalen yg terdiri dari DPT, hepatitis B dan HiB dikenal sebagai vaksin Pentabio. Sebelumnya hanya DPT dan Hepatitis B, dikenal dengan DPT Combo.
5. Pada anak yang belum pernah mendapat imunisasi meskipun umur anak sudah diluar jawal imunisasi tetapi masih rentan terkena penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi, maka perlu diberikan secepatnya. Vaksin dapat diberikan kapan saja, pada umur berapa saja mengingat anak tersebut sangat sedikit atau belum mempunyai antibodi terhadap berbagai penyakit yang dapat dicegah tersebut.
6. Anak dengan status imunisasi yang tidak diketahui atau meragukan , misal kartu/buku imunisasi yang hilang atau dokumentasi yang buruk sehingga menyebabkan ketidakpastian tentang imunisasi yang sudah maupun yang belum diperolehnya : pada kondisi spt ini, anak harus dianggap rentan (susceptible) dan harus diberikan imunisasi yang diperkirakan belum didapat. Tidak ada bukti yang menunjukkan pemberian vaksin (spt MMR, Varisela, Hib, hepatitis B, campak dan Polio) yang berlebih akan merugikan penerima yang sudah imun.
7. Dokter, khususnya dokter anak mempunyai tabel khusus untuk jadwal catch-up sebagai petunjuk untuk melanjutkan imunisasi pada anak yang belum pernah dimunisasi atau jadwal imunisasinya tidak teratur.
Sumber bacaan : Buku Panduan Imunisasi di Indonesia, edisi 4 tahun 2011 dan Panduan Imunisasi Anak, Satgas Imunisasi PP IDAI, 2011.
[Disadur dari artikel tulisan Mohammad Muchlis]
Belakangan pada sebagian keluarga yang lain, anaknya sempat tidak dilakukan vaksinasi sama sekali karena terpengaruh dengan info-info yang keliru yang didapatnya dari bacaan di internet, dari info yang didapat dari penggiat anti vaksin atau info dari teman/lingkungan sekitarnya yang sudah lebih dulu terpapar dengan info keliru perihal vaksin. Tetapi setelah mendapat pencerahan maupun penjelasan dari sumber yang sahih (misal : setelah membaca website IDAI, AAP dan website kesehatan anak yang kredibel, maupun dari grup medsos ttg kesehatan anak atau grup sadar imunisasi), orang tuanya lalu berketapan hati untuk mengimunisasi anaknya. Membawanya ke dokter atau petugas kesehatan untuk divaksin, tetapi pada beberapa kejadian orang tua yang demikian malah “dimarahi” oleh dokter atau petugas kesehatan gara2 anaknya tidak pernah divaksin sama sekali. Hal tersebut bukanlah sikap yang bijak tentunya.
Lalu bagaimana dengan anak yang mengalami kejadian seperti ini ?
Ada beberapa hal yang selayaknya kita ketahui, antara lain :
1. Pemberian vaksin yang pernah diberikan telah membentuk sel memori yang setiap saat siap untuk memperbanyak antibodi. Pada vaksinasi yang dilakukan beberapa kali spt DPT, pemberian vaksin pertama akan diperkuat dengan pemberian vaksin berikutnya sehingga didapat kadar antibodi yang optimal (protective level)
2. Vaksinasi pada dasarnya tidak mengenal istilah “hangus” karena itu vaksinasi tidak perlu diulang dari awal bila terlambat memberikan dosis berikutnya. Untuk mengejar ketertinggalan dilakukan “catch-up immunization” sesuai dengan data atau catatan vaksin yang pernah diberikan, tidak peduli berapa waktu keterlambatannya antar dosis pemberian vaksin.
3. Pencatatan vaksinasi yang baik akan membuat vaksin yang terlewat, terlambat atau tidak terlaksana pada waktunya, mudah terlihat sehingga dokter akan mudah menjadwalkannya kembali.
4. Untuk mengejar ketertinggalan tersebut, pemberian vaksin dapat digunakan vaksin kombinasi (misal, DPT, DPT Combo, Pentabio, Infanrix HIB IVP, Infanrix Hexa, Pediacel, MMR dsb) ataupun pemberian secara simultan (dalam satu kali kunjungan diberikan lebih dari 1 x vaksinasi). Vaksin kombinasi di Indonesia makin berkembang, terakhir Biofarma sudah memperoduksi vaksin Pentavalen yg terdiri dari DPT, hepatitis B dan HiB dikenal sebagai vaksin Pentabio. Sebelumnya hanya DPT dan Hepatitis B, dikenal dengan DPT Combo.
5. Pada anak yang belum pernah mendapat imunisasi meskipun umur anak sudah diluar jawal imunisasi tetapi masih rentan terkena penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi, maka perlu diberikan secepatnya. Vaksin dapat diberikan kapan saja, pada umur berapa saja mengingat anak tersebut sangat sedikit atau belum mempunyai antibodi terhadap berbagai penyakit yang dapat dicegah tersebut.
image source: naturalhealth365 |
6. Anak dengan status imunisasi yang tidak diketahui atau meragukan , misal kartu/buku imunisasi yang hilang atau dokumentasi yang buruk sehingga menyebabkan ketidakpastian tentang imunisasi yang sudah maupun yang belum diperolehnya : pada kondisi spt ini, anak harus dianggap rentan (susceptible) dan harus diberikan imunisasi yang diperkirakan belum didapat. Tidak ada bukti yang menunjukkan pemberian vaksin (spt MMR, Varisela, Hib, hepatitis B, campak dan Polio) yang berlebih akan merugikan penerima yang sudah imun.
7. Dokter, khususnya dokter anak mempunyai tabel khusus untuk jadwal catch-up sebagai petunjuk untuk melanjutkan imunisasi pada anak yang belum pernah dimunisasi atau jadwal imunisasinya tidak teratur.
Sumber bacaan : Buku Panduan Imunisasi di Indonesia, edisi 4 tahun 2011 dan Panduan Imunisasi Anak, Satgas Imunisasi PP IDAI, 2011.
[Disadur dari artikel tulisan Mohammad Muchlis]
Advertisement