Teman-teman sejawat dimanapun berada, pada postingan kali ini kami bagikan laporan pendahuluan / lp fraktur os nasal / patah tulang hidung lengkap doc dan pdf.
Laporan pendahuluan fraktur os nasal merupakan salah satu bentuk tugas keperawatan yang berbentuk makalah dan berisikan tinjauan teori hingga konsep askep. laporan pendahuluan ini telah kami susun berdasarkan refferensi terpercaya.
Untuk membantu teman-teman perawat sekalian dalam pembuatan tugas askep, lp ataupun makalah lapora pendahuluan / lp fraktur o nasal / patah tulang hidung ini kami sediakan dalam dua bentuk format yang berbeda yaitu doc dan pdf.
Untuk mendapatkan laporan pendahuluan ini silahkan download melalui link tautan yang kami sematkan diakhir artikel.
Laporan pedahuluan fraktur os nasal
Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi.
Fraktur adalah teputusnya jaringan tulang/tulang rawan yang umumnya sdisebabkan oleh ruda paksa.
Berdasarkan pengertian diatas maka Fraktur os nasal adalah truma tulang rawan pada nasal yang disebabkan oleh ruda paksa, missal : kecelakaan, benturan hebat yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, dan lain-lain.
Anatomi Fisiologi Hidung
Os nasal dipasangkan menyokong setengah bagian atas piramida nasal. Setiap os nasal berartikulasi secara lateral dengan prosesus frontal os maxilla dan berproyeksi secara anterior ke arah garis tengah. Bagian superior, os nasal tebal dan berartikulasi dengan os frontal. Bagian inferior, os nasal menjadi tipis, dan berartikulasi dengan kartilago lateral atas. Akibatnya, sebagian besar fraktur os nasal terjadi pada setengah bagian bawah os nasal. Septum bagian posterior terdiri dari vomer dan lamina perpendecularis os ethmoid dan bertempat di garis tengah belakang os nasal. Sayangnya, tulang-tulang ini tipis dan memberikan sokongan yang kecil pada setengah bagian atas dari hidung.
Setengah bagian bawah dari hidung disokong oleh 2 kartilago lateral atas, 2 kartilago lateral bawah, dan kartilago quadrangularis Kartilago lateral atas memiliki artikulasi jenis fibrosa di bagian superiornya dengan os nasal, di bagian medialnya dengan kartilago quadrangularis medial, dan di bagian inferiornya dengan kartilago lateral bawah. Konfigurasi berbentuk sayap burung camar ini memberikan dukungan yang penting untuk katup nasal internal, bagian dari tahanan terbesar terhadap aliran udara inspirasi. Kartiloago lateral bawah terdiri dari crus medial dan lateral dalam konfigurasi berbentuk “sayap burung camar” yang sama. Terdapat hubungan secara fibrosa di bagian superiornya dengan kartilago lateral atas, dan di bagian medialnya satu sama lain. Kartilago lateral bawah tebal dan menggambarkan kontur dari apex nasal dan nostril. Kartilago quadrangularis bertindak sebagai tiang tenda, memberikan sokongan untuk apex dan dorsum nasi (Rubinstein, 2011).
Etiologi
Beberapa penyebab fraktur os nasal adalah sebagai berikut
1. Trauma
- Langsung (kecelakaan lalulintas)
- Tidak langsung (jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri/duduk sehingga terjadi fraktur tulang belakang)
2. Patologis : Metastase dari tulang
3. Degenerasi
4. Spontan : Terjadi tarikan otot yang sangat kuat
Klasifikasi fraktur Os nasal / Patah tulang hidung
Fraktur Os nasal terbagi menjadi 3 yaitu :
- Fraktur hidung sederhana : Jika fraktur dari tulang hidung, dapat dilakukan perbaikan dari fraktur tersebut dengan anastesi local.
- Fraktur Tulang Hidung Terbuka : Fraktur tulang hidung terbuka menyebabkan perubahan tempat dari tulang hidung dan disertai laserasi pada kulit atau mukoperiosteum rongga hidung.
- Fraktur Tulang Nasoetmoid : Fraktur ini merupakan fraktur hebat pada tulang hidung, prosesus frontal pars maksila dan prosesus nasal pars frontal. Fraktur tulang nasoetmoid dapat menyebabkan komplikasi (Mansjoer, 2007).
Patofisiologi
Gangguan traumatik os dan kartilago nasal dapat menyebabkan deformitas eksternal dan obstruksi jalan napas yang bermakna. Jenis dan beratnya fraktur nasal tergantung pada kekuatan, arah, dan mekanisme cedera. Sebuah benda kecil dengan kecepatan tinggi dapat memberikan kerusakan yang sama dengan benda yang lebih besar pada kecepatan yang lebih rendah. Trauma nasal bagian lateral yang paling umum dan dapat mengakibatkan fraktur salah satu atau kedua os nasal. Hal ini sering disertai dengan dislokasi septum nasal di luar krista maxillaris Dislokasi septal dapat mengakibatkan dorsum nasi berbentuk S, asimetri apex, dan obstruksi jalan napas. Trauma frontal secara langsung pada hidung sering menyebabkan depresi dan pelebaran dorsum nasi dengan obstruksi nasal yang terkait. Cedera yang lebih parah dapat mengakibatkan kominusi pecah menjadi kecil-kecil seluruh piramida nasal. Jika cedera ini tidak didiagnosis dan diperbaiki dengan tepat, pasien akan memiliki hasil kosmetik dan fungsional yang jelek.
Diagnosis fraktur nasal yang akurat tergantung pada riwayat dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Riwayat yang lengkap meliputi penilaian terhadap kekuatan, arah, dan mekanisme cedera munculnya epistaksis atau rhinorea cairan serebrospinalis, riwayat fraktur atau operasi nasal sebelumnya, dan obstruksi nasal atau deformitas nasal eksterna setelah cedera. Pemeriksaan fisik yang paling akurat jika dilakukan sebelum timbulnya edema pasca trauma. Pemeriksaan ini memerlukan pencahayaan yang cukup lampu kepala atau otoskop, instrumentasi spekulum hidung, dan suction sebaiknya tipe Frasier. Inspeksi pada bagian dalam hidung sangat penting (Rubinstein, 2011).
Pathway fraktur os nasal
Untuk pathway fraktur os nasal doc DISINI
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.
- Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
- Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah bukannya tetap rigid seperti normalnya, pergeseran fragmen pada fraktur menyebabkan deformitas, ekstermitas yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstermitas yang normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
- Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
- Saat ekstermitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
- Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera (Brunner dan suddarth ,2010).
Komplikasi
Komplikasi yang bisa ditimbulkan dari fraktur os nasal adalah sebagai berikut :
- Deviasi hidung : Deviasi dapat terjadi pada septum nasal, tulang nasal atau keduanya.
- Bleeding
- Saddling
- Kebocoran cairan serebrospinal
- Komplikasi orbital (Hidayat, 2009).
Pemeriksaan Penunjang
Dari pemeriksaan radiologi water positions, pada foto cranium anteroposterior, foto nasale lateral, didapatkan kesan fraktur os nasal dengan aposisi et alignment baik dan tidak tampak pembesaran chonca nasalis bilateral. Dari data tersebut dapat ditegakkan diagnosis fraktur os nasal dengan penyebab oleh karena kecelakaan lalu lintas.
- Pemeriksaan Rongent : Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior lateral.
- CT Scan tulang, fomogram MRI : Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.
- Arteriogram (bila terjadi kerusakan vasculer) (Doengoes, 2007).
Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada klien dengan fraktur tertutup adalah sebagai berikut :
1. Terapi non farmakologi, terdiri dari :
- Mengelevasikan kepala dan kompres dingin, kemudian dilakukan pembedahan dengan reposisi os.nasal teknik reduksi tertutup dengan sebelumnya
- Elevasi dari kepala dan penggunaan kompres air dingin pada daerah periorbital dan regio nasal sendiri dapat membantu untuk mengurangi edema yang terjadi. Untuk teknik pembedahannya sendiri tergantung dari fraktur hidung yang terjadi.
2. Terapi farmakologi, terdiri dari :
- Reposisi terbuka, membutuhkan sedasi yang lebih dalam atau anestesia umum. Indikasinya antara lain fraktur luas-dislokasi dari tulang nasal dan septum, dislokasi fraktur dari septum kaudal, fraktur septum terbuka, deformitas persisten setelah reduksi tertutup, untuk indikasi relatifnya seperti hematom septum, reduksi tulang yang inadekuat terkait dengan deformitas pada septum, deformitas kartilagenus, pembedahan intranasal baru-baru ini.
- Reduksi tertutup, elevasi dari kepala dan penggunaan kompres air dingin pada daerah periorbital dan regio nasal sendiri dapat membantu untuk mengurangi edema yang terjadi. Untuk teknik pembedahannya sendiri tergantung dari fraktur hidung yang terjadi.
Dari hasil anamnesis didapatkan data pasien dengan nyeri pada hidungnya disertai keluar darah/mimisan. Dari pemeriksaan hidung didapatkan jejas pada hidung, tampak deformitas, terdapat nyeri tekan hidung, deviasi septum nasi. Dari pemeriksaan radiologi water positions, pada foto cranium anteroposterior, foto nasale lateral, didapatkan kesan fraktur os nasal dengan aposisi et alignment baik dan tidak tampak pembesaran chonca nasalis bilateral. Dari data tersebut dapat ditegakkan diagnosis fraktur os nasal dengan penyebab oleh karena kecelakaan lalu lintas. Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah dengan mengelevasikan kepala dan kompres dingin, kemudian dilakukan pembedahan dengan reposisi os.nasal teknik reduksi tertutup dengan sebelumnya diberikan medikasi. Untuk tindakan operasinya sendiri tergantung dari jenis frakturnya. (Hidayat, 2009)
Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Pengkajian Pasien Post Operasi Fraktur ( Doenges, 2007) meliputi :
a. Gejala Sirkulasi
Gejala : Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmononal, penyakit vascular perifer atau Statis vascular (peningkatan resiko pembentu kan thrombus ).
b. Integritas Ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; faktor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
c. Makanan / Cairan
Gejala : insufisiensi pankreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ;
malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).
d. Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkatan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obatobatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfusi darah / reaksi transfusi.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
e. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : penggunaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, anti inflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obatobatan rekreasional. Penggunaan alkohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).
Pemeriksaan Penunjang :
- Pemeriksaan Rongent : Menentukan luas atau lokasi minimal 2 kali proyeksi, anterior, posterior lateral.
- CT Scan tulang, fomogram MRI : Untuk melihat dengan jelas daerah yang mengalami kerusakan.
- Arteriogram (bila terjadi kerusakan vasculer)
Diagnosa Keperawatan
- Resiko tinggi terhadap jalan nafas tidak efektif b/d perlukaan intra nasal
- Nyeri akut b/d trauma jaringan os nasal
- Ansietas b/d adanya ancaman terhadap konsep diri/citra diri
Intervensi
Diagnosa Keperawatan 1
Resiko tinggi terhadap jalan nafas tidak efektif b/d perlukaan intra nasal
Tujuan : Setelah dilakukan tindkan keperawatan selama 2 X 24 jam, potensi jalan nafas dapat dipertahankan, dengan kriteria hasil :
- Pola pernapasan normal
- Bunyi napas jelas dan tidak bising
- Aspirasi dapat dicegah
Intervensi :
- Observasi frekwensi/irama pernapasan ; pernapasan cuping hidung, pernapasan mengorok/stridor, dan serak. Rasional : Dapat mengindikasikan terjadinya gagal pernapasan
- Awasi tanda vital dan perubahan mental. Rasional : Takikardia/peningkatan gelisah dapat mengindikasikan terjadinya hipoksia/pengaruh terhadap pernapasan.
- Auskultasi bunyi napas. Rasional : Adanya mengi / ronchi menunjukkan secret tertahan.
- Perubaha posisi secara periodik dan dorong pernapasan dalam. Rasional : Meningkatkan ventilasi ke semua segman paru dan mobilisasi sekret, menurunkan resiko atelektasis dan peneumonia.
- Dorong pemasukan cairan sedikitnya 2-3 liter perhari, hindari minuman karbonat. Rasional : Pengenceran sekret mulut/pernapasan untuk meningkatkan pengeluaran. Minuman karbonat ”busa” pada area orofaringdan mungkin untuk klien menahannya, sehingga mempengaruhi jalan napas.
Diagnosa Keperawatan 2
Nyeri akut b/d trauma jaringan os nasal
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam klien mampu mengontrol nyeri, dengan kriteria hasil :
- Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol
- Mengikuti program pengobatan yang diberikan
- Menunjukan penggunaan tehnik relaksasi
Intervensi :
- Kaji tipe atau lukasi nyeri. Perhatikan intensitas pada skala 0-10. Perhatikan respon terhadap obat. Rasional : Menguatkan indikasi ketidaknyamanan, terjadinya komplikasi dan evaluasi keevektivan intervensi.
- Dorong penggunaan tehnik menejemen stres, contoh napas dalan dan visualisasi. Rasional : Meningkatkan relaksasi, memvokuskan kembali perhatian, dan dapat meningkatkan kemampuan koping, menghilangkan nyeri.
- Kolaborasi pemberian obat analgesik. Rasional : mungkin dibutuhkan untuk penghilangan nyeri/ketidaknyamanan.
Diagnosa keperawatan 3
Ansietas b/d adanya ancaman terhadap konsep diri/citra diri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 X 24 jam, klien memiliki rentang respon adaptif, dengan kriteria hasil :
- Tampak relaks dan melaporkan ansietas menurun sampai dapat ditangani.
- Mengakui dan mendiskusikan rasa takut.
- Menunjukkan rentang perasaan yang tepat.
Intervensi :
- Dorong ekspresi ketakutan/marah. Rasional : Mendefinisikan masalah dan pengaruh pilihan intervensi.
- Akui kenyataan atau normalitas perasaan, termasuk marah. Rasional : Memberikan dukungan emosi yang dapat membantu klien melalui penilaian awal juga selama pemulihan
- Berikan informasi akurat tentang perkembangan kesehatan. Rasional : Memberikan informasi yang jujur tentang apa yang diharapkan membantu klien/orang terdekat menerima situasi lebih evektif.
- Dorong penggunaan menejemen stres, contoh : napas dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi. Rasional : membantu memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi, dan meningkatkan penigkatan kemampuan koping.
Daftar Pustaka
- Carpenitto, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa : Monica Ester, Edisi 8. EGC : Jakarta.
- Doengoes, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan Keperawatan dan masalah kolaboratif. Alih Bahasa : I Made Kanosa, Edisi III. EGC Jakarta.
- Hinchliff, Sue. (1996). Kamus Keperawatan. Edisi; 17. EGC : Jakarta
- Sudart dan Burnner, (1996). Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Vol 3. EGC : Jakarta.
Untuk mendownload laporan pendahuluan / lp fraktur os nasal / patah tulang hidung pdf dan doc, dibawah.
- Laporan pendahuluan fraktur os nasal doc, (Ambil File)
- Laporan pendahuluan fraktur os nasal pdf, (Ambil File)
Link Alternatif
Demikian laporan pendahuluan / lp fraktur os nasal / patah tulang hidung, download doc dan pdf kami bagikan semoga bisa menjadi refferensi bagi teman-teman perawat sekalian dalam pembuatan tugas - tugas keperawatan.
Advertisement