Info Populer 2022

Laporan Pendahuluan Tetanus Lengkap hingga Konsep Askep, download pdf dan doc

Laporan Pendahuluan Tetanus Lengkap hingga Konsep Askep, download pdf dan doc
Laporan Pendahuluan Tetanus Lengkap hingga Konsep Askep, download pdf dan doc
Teman-teman sejawat sekalian pada postingan kali ini kami bagikan laporan pendahuluan tetanus yang merupakan tinjauan teori hingga konsep asuhan keperawatan terhadap penyakit tetanus,

Jika teman-teman sedang mencari laporan pendahuluan tetanus, berarti teman-teman datang pada halaman yang tepat, karena pada postingan ini telah kami sediakan laporan pendahuluan tetanus dalam format pdf dan doc yang sangat cocok digunakan sebagai referensi dalam pembuatan tugas askep, LP, atau makalah.

Untuk mendownload laporan pendahuluan tetanus pdf dan doc, telah kami sediakan link unduhan diakhir artikel ini.

Laporan Pendahuluan Tetanus.


Pengertian

Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw , merupakan penyakit yang disebakan oleh tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani yang menginfeksi sistem urat saraf dan otot sehingga saraf dan otot menjadi kaku (rigid). Kitasato merupakan orang pertama yang berhasil mengisolasi organisme dari korban manusia yang terkena tetanus dan juga melaporkan bahwa toksinnya dapat dinetralisasi dengan antibodi yang spesifik.

Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.

Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekuatan tonus otot massater dan otot-otot rangka.

Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani 

Jadi, dapat disimpulkan Tetanus merupakan penyakit infeksi yang berbahaya disebabkan oleh toksin yang mempengaruhi system urat saraf dan otot.


Etiologi

Sering kali tempat masuk kuman sukar dikteahui teteapi suasana anaerob seperti pada luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.

Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.

Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui:
  • Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
  • Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
  • OMP, caries gigi
  • Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
  • Penjahitan luka robek yang tidak steril.
Clostridium tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat, dapat membentuk spora, dan berbentuk drumstick. Spora yang dibentuk oleh C. tetani ini sangat resisten terhadap panas dan antiseptik. Ia dapat tahan walaupun telah diautoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya. 

Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian.Umumnya, spora bakteri ini terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba, anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di dalam tubuh, ia akan menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang menyerang bagian sistem saraf). C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu tetanolysin dan tetanospasmin.Fungsi dari tetanoysin tidak diketahui dengan pasti, namun juga dapat memengaruhi tetanus. Tetanospasmin merupakan toksin yang cukup kuat.


Patofisiologi

Bentuk spora dalam suasana anaerob dapat berubah menjadi kuman vegetatif yang menghasilkan eksotoksin. Toksin ini menjalar intrakasonal sampai ganglin/simpul saraf dan menyebabkan hilangnya keseimbanngan tonus otot sehingga terjadi kekakuan otot baik lokal maupun mnyeluruh. Bila toksin banyak, selain otot bergaris, otot polos dan saraf otak juga terpengaruh.

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
  • Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
  • Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
  • Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada orang dewasa  sirkulasi otak mencapai 15 % dari seluruh tubuh. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang.  Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat. 

Fathway tetanus


Prognosa

Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan berkembang menjadi berat
      

Manifestasi Klinik
  • Keluhan dimulai dengan kaku otot, disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut (trismus)
  • Diikuti gejala risus sardonikus,kekauan otot dinding perut dan ekstremitas (fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki)
  • Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang spontan yang makin lam makin seinrg dan lama, gangguan saraf otonom seperti hiperpireksia, hiperhidrosis,kelainan irama jantung dan akhirnya hipoksia yang berat
  • Bila  periode”periode of  onset” pendek  penyakit  dengan  cepat     akan berkembang menjadi berat
Untuk mudahnya tingkat berat penyakit tetanus dibagi :
  • ringan ; hamya trismus dan kejang lokal
  • sedang ; mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang tampak nyata, opistotonus dankekauan otot yang menyeluruh.

Penatalaksanaan Medik

Pada dasarnya , penatalaksanaan tetanus bertujuan :

a. eliminasi kuman

1. debridement

untuk menghilangkan suasana anaerob, dengan cara membuang jaringan yang rusak, membuang benda asing, merawat luka/infeksi, membersihkan liang telinga/otitis media, caires gigi.

2. antibiotika

penisilna prokain 50.000-100.000 ju/kg/hari IM, 1-2 hari, minimal 10 hari. Antibiotika lain ditambahkan sesuai dengan penyulit yang timbul.


b. netralisasi toksin

toksin yang dapat dinetralisir adalah toksin yang belum melekat di jaringan, dapat diberikan ATS 5000-100.000 KI

c. perawatan suporatif

perawatan penderita tetanus harus intensif dan rasional :

1.  nutrisi dan cairan
  • pemberian cairan IV sesuaikan jumlah dan jenisnya dengan keadaan penderita, seperti sering kejang, hiperpireksia dan sebagainya.
  • beri nutrisi tinggi kalori, bil a perlu dengan nutrisi parenteral
  • bila sounde naso gastrik telah dapat dipasang (tanpa memperberat kejang) pemberian makanan peroral hendaknya segera dilaksanakan.
2. menjaga agar nafas tetap efisien
  • pemebrsihan jalan nafas dari lendir
  • pemberian xat asam tambahan
  • bila perlu , lakukan trakeostomi (tetanus  berat)
3. mengurangi kekakuan dan mengatasi kejang
  • antikonvulsan diberikan secara tetrasi, disesuaikan dengan kebutuhan dan respon klinis.
  • pada penderita yang cepat memburuk (serangan makin sering dan makin lama), pemberian antikonvulsan dirubah seperti pada awal terapi yaitu mulai lagi dengan pemberian bolus, dilanjutkan dengan dosis rumatan. 

Pengobatan rumat
  • Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya
  • bila dosis maksimal telah tercapai namun kejang belum teratasi , harus dilakukan pelumpuhan obat secara totoal dan dibantu denga pernafasan maknaik (ventilator)
4. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
  • Semua pakaian ketat dibuka
  • Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
  • Usahakan agar jalan napas bebasu ntuk menjamin  kebutuhan oksigen
  • Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen


Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan tetanus

Pengkajian

Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. (Santosa. NI, 1989, 154)

Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).

Pengumpulan data pada kasus tetenus  ini meliputi :

a. Data subyektif

1. Biodata/Identitas
  • Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin.
  • Biodata dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
2. Keluhan utama kejang 
3. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
  • Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
  • Apakah disertai demam ? Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam..
  • Lama serangan : Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.
  • Pola serangan : Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ? 
  • Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi mioklonik ?
  • Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
  • Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?
  • Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum. 
  • Frekuensi serangan : Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
  • Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan : Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, dan sebagainya ?
Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
  • Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
  • Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ? 
  • Apakah ada riwayat trauma kepala, luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.
5. Riwayat kesehatan keluarga.
  • Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang kurang aseptik.
6. Riwayat sosial
  • Hubungan interaksi dengan keluarga dan pekrjaannya
7. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
  • Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
  • Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
  • Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ?
  • Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
  • Pola nutrisi : Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi  Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh klien ?
  • Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
  • Pola Eliminasi : BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat  kencing, BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
  • Pola aktivitas dan latihan 
  • Pola tidur/istirahat : Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?

b.  Data Obyektif

1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)

Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.

2. Pemeriksaan Fisik
  • Kepala
  • Rambut : Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
  • Muka/ Wajah : Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
  • Mata : Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
  • Telinga : Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
  • Hidung : Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
  • Mulut : Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
  • Tenggorokan : Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ?
  • Leher : Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans ?
  • Thorax : Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi?
  • Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
  • Jantung : Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
  • Abdomen : Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar
  • Kulit : Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
  • Ekstremitas : Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
  • Genetalia : Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi ? 

c.  Pemeriksaan Penunjang
Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi :

1. Darah
  • Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200 mq/dl)
  • BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
  • Elektrolit : K, Na
  • Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
  • Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
  • Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
2. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
3. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.

d. Analisa dan Sintesa Data

Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan kesenjangan informasi, melihat pola data, membandingakan dengan standar, menginterpretasi dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil analisa data adalah pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan.   


Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti tentang masalah pasien/klien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan.

Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
  1. Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan serangan kejang berulang.
  2. Risiko terjadinya ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan sekunder dari depresi pernafasan
  3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi sekret yang berlebihan pad ajalan nafas atas.
  4. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penanganan penyakitnya berhubungan dengan keterbatasan informasi.
  5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi eksotoksin 

Perencanaan 

Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut. Rencana keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)

Diagnosa Keperawatan 1

Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan kejang berulang 

Tujuan : Klien tidak mengalami cedera selama perawatan

Kriteria hasil :
  • Klien tidak ada cedera akibat serangan kejang
  • klien tidur dengan tempat tidur pengaman
  • Tidak terjadi serangan kejang ulang.
  • Suhu 36 – 37,5 ยบ C , Nadi 60-80x/menit (bayi), Respirasi 16-20 x/menit 
  • Kesadaran composmentis

 Rencana Tindakan :

INTERVENSI
RASIONAL
1.      Identifikasi dan hindari faktor pencetus
2.      tempatkan klien pada tempat tidur yang memakai pengaman di ruang yang tenang dan nyaman
3.      anjurkan klien istirahat
4.      sediakan disamping tempat tidur tongue spatel dan gudel untuk mencegah lidah jatuh ke belakng apabila klien kejang
5.      lindungi klien pada saat kejang dengan :
-          longgarakn pakaian
-          posisi miring ke satu sisi
-          jauhkan klien dari alat yang dapat melukainya
-          kencangkan pengaman tempat tidur
-          lakukan suction bila banyak sekret
6.      catat penyebab mulainya kejang, proses berapa lama, adanya sianosis dan inkontinesia, deviasi dari mata dan gejala-hgejala lainnya yang timbul.
7.      sesudah kejang observasi TTV setiap 15-30 menit dan obseervasi keadaan klien sampai benar-benar pulih dari kejang
8.      observasi efek samping dan keefektifan obat
9.      observasi adanya depresi pernafasan dan gangguan irama jantung
10.  lakukan pemeriksaan neurologis setelah kejang
11.  kerja sama dengan tim :
-          pemberian obat antikonvulsan dosis tinggi
-          pemeberian antikonvulsan (valium, dilantin, phenobarbital)
-          pemberian oksigen tambahan
-          pemberian cairan parenteral
-          pembuatan CT scan

1. Penemuan faktor pencetus untuk memutuskan rantai penyebaran toksin tetanus.
2. Tempat yang nyaman dan tenang dapat mengurangi stimuli atau rangsangan yang dapat menimbulkan kejang
4. efektivitas energi yang dibutuhkan untuk metabolisme.
5. lidah jatung dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas.

5. tindakan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya cedera fisik.








6. dokumentasi untuk pedoman dalam penaganan berikutnya.




7. tanda-tanda vital indikator terhadap perkembangan penyakitnya dan gambaran status umum klien.


8. efek samping dan efektifnya obat diperlukan motitoring untuk tindakan lanjut.
9 dan 10 kompliksi kejang dapat terjadi depresi pernafasan dan kelainan irama jantung.

11. untuk mengantisipasi kejang, kejang berulang dengan menggunakan obat antikonvulsan baik berupa bolus, syringe pump.



Diagnosa Keperawatan 2

Kurang pengetahuan klien dan keluarga tentang penanganan penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Pengetahuan klien dan keluarga tentang penanganan penyakitnya dapat meningkat.

Kriteria Hasil :
  • Klien dan keluarga dapat mengerti proses penyakit dan penanganannya
  • klien dapat diajak kerja sama dalam program terapi
  • klien dan keluarga dapat menyatakan melaksanakan penejlasan dna pendidikan kesehatan yang diberikan.
Rencana Tindakan :

INTERVENSI
RASIONAL
1. Identifikasi tingkat pengetahuan klien dan keluarga
2. Hindari proteksi yang berlebihan terhadap klien , biarkan klien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
3. ajarkan pada klein dan keluarga tentang peraawatan yang harus dilakukan sema kejang
4. jelaskan pentingnya mempertahankan status kesehatan yang optimal dengan diit, istirahat, dan aktivitas yang dapat menimbulkan kelelahan.
5. jelasakan tentang efek samping obat (gangguan penglihatan, nausea, vomiting, kemerahan pada kulit, synkope dan konvusion)
6. jaga kebersihan mulut dan gigi secara teratur
1. Tingkat pengetahuan penting untuk modifikasi proses pembelajaran orang dewasa.
2. tidak memanipulasi klien sehingga ada proses kemandirian yang terbatas.

3. kerja sama yang baik akanmembantu dalam proses penyembuhannnya

4. status kesehatan yang baik membawa damapak pertahanan tubuh baik sehingga tidak timbul penyakit penyerta/penyulit.

5. efek samping yang ditemukan secara dini lebih aman dalam penaganannya.

6. Kebersihan mulut dan gigi yang baik merupakan dasar salah satu pencegahan terjadinya infeksi berulang.


Pelaksanaan / Implementasi
      
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 )
      

Evaluasi
      
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).


Daftar Pustaka
  • Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta
  • Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC, Jakarta
  • Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.
  • Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga, Surabaya. 
Untuk mendownload laporan pendahuluan tetanus pdf dan doc, dibawah :
Link Alternatif
Demikian laporan pendahuluan tetanus, pdf dan doc kami bagikan, semoga bermanfaat. terima kasih.
Advertisement

Iklan Sidebar