Info Populer 2022

Laporan Pendahuluan / LP Ruptur Uteri Lengkap, Download Format Doc dan Pdf

Laporan Pendahuluan / LP Ruptur Uteri Lengkap, Download Format Doc dan Pdf
Laporan Pendahuluan / LP Ruptur Uteri Lengkap, Download Format Doc dan Pdf
Masih tentang laporan pendahuluan, kali ini kami posting laporan pendahuluan / LP ruptur uteri yaitu sebuah robekan pada dinding rahim, keadaan ini kalau pada ilmu keperawatan akan dibahas pada keperawatan komunitas, namun kalau pada kenidanan keadaan ini merupakan keadaan yang sering dipelajari dan ditemukan dalam praktek nya.

Laporan pendahuluan / LP ruptur uteri ini telah kami susun dengan lengkap berdasarkan beberapa reffernsi seperti buku medis, kebidanan, keperawatan dan juga lewat media internet. 

Laporan pendahuluan / LP ruptur uteri ini tersedia dalam format doc dan pdf yang bisa didownload melalui link unduhan yang telah kami sematkan diakhir artikel, dengan tujuan dapat mempermudah teman-teman perawat dan kebidanan sekalian dalam menghadapai akademik.

Laporan pendahuluan Ruptur Uteri

Pengertian

Ruptur Uteri adalah robekan atau diskontinuita dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium. ( buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal )

Rupture uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau dalam persalinan dengan atau tanpa robeknya perioneum visceral. ( Obstetri dan Ginekologi )


Etiologi
  1. riwayat pembedahan terhadap fundus atau korpus uterus
  2. induksi dengan oksitosin yang sembarangan atau persalinan yang lama
  3. presentasi abnormal ( terutama terjadi penipisan pada segmen bawah uterus ).( Helen, 2001 )

Klasifikasi

Ruptur uteri dapat dibagi menurut beberapa cara :

1. Menurut waktu terjadinya

a. Ruptur uteri Gravidarum
  • Waktu sedang hamil
  • Sering lokasinya pada korpus
b) Ruptur Uteri Durante Partum
  • Waktu melahirkan anak
  • Ini yang terbanyak
2. Menurut lokasinya

a. Korpus uteri, ini biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi  seperti seksio sesarea klasik ( korporal ), miemoktomi

b. Segmen bawah rahim ( SBR ), ini biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama tidak maju, SBR tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya  terjadilah ruptur uteri yang sebenarnya

c.Serviks uteri ini biasanya terjadi pada waktu melakukan  ekstraksi forsipal atau versi dan ekstraksi sedang pembukaan belum lengkap

d. Kolpoporeksis, robekan-robekan di antara serviks dan vagina

3. Menurut robeknya peritoneum

a. Ruptur uteri Kompleta : robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya ( perimetrium ) ; dalam hal ini  terjadi hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya peritonitis
b. Ruptur uteri Inkompleta : robekan otot rahim tanpa ikut robek peritoneumnya. Perdarahan terjadi subperitoneal dan bisa meluas ke lig.latum

4. Menurut etiologinya

a. Ruptur uteri spontanea

Menurut etiologinya dibagi 2 :

1. Karena dinding rahim yang lemah dan cacat
  • bekas seksio sesarea
  • bekas miomectomia
  • bekas perforasi waktu keratase
  • bekas histerorafia
  • bekas pelepasan plasenta secara manual
  • pada gravida dikornu yang rudimenter dan graviditas interstitialis
  • kelainan kongenital dari uteruspenyakit pada rahim
  • dinding rahim tipis dan regang ( gemelli & hidramnion )
2. Karena peregangan yang luarbiasa dari rahim
  • pada panggul sempit atau kelainan bentuk dari panggul
  • janin yang besar
  • kelainan kongenital dari janin
  • kelainan letak janin
  • malposisi dari kepala
  • adanya tumor pada jalan lahir
  • rigid cervik
  • retrofleksia uteri gravida dengan sakulasi
  • grandemultipara dengan perut gantung ( pendulum )
  • pimpinan partus salah
b. Ruptur uteri violenta

Karena tindakan dan trauma lain :
  • Ekstraksi forsipal
  • Versi dan ekstraksi
  • Embriotomi
  • Braxton hicks version
  • Sindroma tolakan
  • Manual plasenta
  • Kuretase
  • Ekspresi kristeller atau crede
  • Trauma tumpul dan tajam dari luar
  • Pemberian piton tanpa indikasi dan pengawasan
5. Menurut simtoma klinik

a. Ruptur uteri Imminens ( membakat = mengancam )
b. Ruptur Uteri ( sebenarnya )


Patofisiologi
  • Ruptur uteri spontan.
Ruptur uteri ini terjadi secar spontan pada uterus yang utuh (tanpa parut). Faktor pokok disini adalah bahwa persalinan tidak dapat berjalan dengan baik karena ada halangan misalnya: panggul yang sempit, hidrosefalus, janin yang letak lintang, dll. Sehingga segmen bawah uterus makin lama makin diregangkan. Pad suatu saat regangan yang terus bertambah melampaui batas kekuatan jaringan miometrium, maka terjadilah ruptur uteri.

Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya ruptur uteri adalah multiparitas, stimulus oksitosin, dll. Disini ditengah-tengah miometrium sudah terdapat banyak jaringan ikat yang menyebabkan kekuatan dinding uterus menjadi kurang, sehingga regangan lebih mudah menimbulkan robekan.
Pada persalinan yang kurang lancar, dukun-dukun biasanya melakukan tekanan keras kebawah terus-menerus pada fundus uterus, hal ini dapat menambah tekanan pada segmen bawah uterus yang sudah regang dan mengakibatkan terjadinya ruptur uteri. Pemberian oksitosin dalam dosis yang terlalu tinggi / indikasi yang tidak tepat bisa menyebabkab ruptur uteri.
  • Ruptur uteri traumatic.
Ruptur uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh, kecelakaan. Robrkan ini yang bisa terjadi pada setiap saat dalam kehamilan, jarang terjadi karena rupanya otot uterus cukup tahan terhadap trauma dari luar. Yang lebih sering terjadi adalah ruptur uteri yang dinamakan ruptur uteri violenta. Disini karena dystosia sudah ada regangan segmen bawah uterus dan usaha vaginal untuk melahirkan janin mengakibatkan timbulnya ruptur uteri.

Hal itu misalnya terjadi pada versi ekstraksi pada letak lintang yang dilakukan bertentangan dengan syarat. Kemungkinan besar yang lain adalah ketika melakukan embriotomi. Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan kavum uteri dengan tangan untuk mengetahui terjadinya ruptur uteri.
  • Ruptur uteri pada luka bekas parut.
Diantar parut-parut bekas seksio sesarea, parut yang terjadi sesudah seksio sesarea klasik lebih sering menimbulkan ruptur uteri dari pada parut bekas seksio sesarea profunda. Hal ini disebabkan karena luka pada segmen bawah uterus yang menyerupai daerah uterus yang lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh dengan lebih baik, sehingga parut lebih kuat. Ruptur uteri pad bekas parut sesarea klasik juga lebih sering terjadi pad kehamilan tua sebelum persalinan dimulai, sedang peristiwa tersebut pada parut bekas seksio sesarea profunda umumnya terjadi waktu persalinan. Ruptur uteri pasca seksio sesarea bisa menimbulkan gejala-gejala seperti telah diuraikan lebih dahulu, akan tetapi bisa juga terjadi tanpa banyak menimbulkan gejala. Dalam hal yang terakhir ini tidak terjadi robekan secara mendadak, melainkan lambat laun jaringan disekitar bekas luka menipis untuk akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptur uteri. Disini biasanya peritoneum tidak ikut serta sehingga terdapat ruptur uteri inkompleta. Pada peristiwa ini ada kemungkinan arteri besar terbuka dan timbul perdarahan yang sebagian berkumpul di ligametum dan sebagian keluar. Biasanya janin masih tinggal dalam uterus dan his kadang-kadang masih ada. Sementar itu penderita merasa nyeri spontan atau nyeri pada perabaan tempet bekas luka. Jika arteria besar terluka, gejal-gejal perdarahan, anemia dan syok, janin dalam uterus meningggal pula.

Pathway

Manifestasi Klinis.

Gejala ruptur uteri mengancam (RUM).
  • Pasien nampak gelisah, ketakutan disertai dengan perasaan nyeri di perut.
  • Pad setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan.
  • Pernapasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasanya.
  • Ada tanda dehidrasi pada partus yang lama yaitu mulut kering, lidah kering dan haus, badan panas (demam).
  • His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus.
  • Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras sedangkan SBR teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.
  • Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang keatas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih sehingga pada kateterisasi ada hematuria.
  • Pada auskultasi terdengar bunyi jantung janin tidak teratur (asfiksia).
  • Pada pemeriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi seperti edema porsio, vagina, vulva.
Gejala ruptur uteri sebenarnya .

Inspeksi.
  • Pada his yang kuat sekali pasien merasa kesakitan yang luar biasa, merasa perutnya seperti akan dirobek.
  • Gelisah, pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps.
  • Pernapasan jadi dangkal dan cepat dan kelihatan haus.
  • Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.
  • Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tak terukur.
  • Keluar perdarahan pervagina yang biasanya tak begitu banyak.
  • Kadang-kadang ada perasan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan bahu.
  • Kontraksi uterus biasanya hilang.
Palpasi.
  • Teraba krepitasi pada kulit perut yang menansdakan adanya emfisema subkutan.
  • Bila kepala janin sudah keluar dari kavum uiteri, jadi berada di rongga perut, maka teraba bagian-bagian janin langsung ikulit perut.
  • Nyeri tekan pada perut, terutama pada bagian yang robek.
Auskultasi.
  • Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa mnit setelah ruptur.
Pemerisaan dalam.
  • Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah dapat terdorong ke atas dan disertai dengan perdarahan pervagina yang akan banyak.
  • Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding rahim.
Kateterisasi.
  • Ada hematuria yang menandakan adanya robekan pada kandung kemih.

Pemeriksaan Diagnostik
  1. Pemeriksaan Umum. Takikardi dan hipotensi merupakan indikasi dari kehilangan darah akut, biasanya perdarahan eksterna dan perdarahan intra abdomen
  2. Pemeriksaan Abdomen. Sewaktu persalinan, kontur uterus yang abnormal atau perubahan kontur uterus yang tiba-tiba dapat menunjukkan adanya ekstrusi janin. Fundus uteri dapat terkontraksi dan erat dengan bagian-bagian janin yang terpalpasi dekat dinding abdomen diatas fundus yang berkontraksi. Kontraksi uterus dapat berhenti dengan mendadak dan bunyi jantung janin tiba-tiba menghilang. Sewaktu atau segera melahirkan, abdomen sering sangat lunak, disertai dengan nyeri lepas mengindikasikan adanya perdarahan intraperitoneum
  3. Pemeriksaan Pelvis. Menjelang kelahiran, bagian presentasi mengalami regresi dan tidak lagi terpalpasi melalui vagina bila janin telah mengalami ekstrusi ke dalam rongga peritoneum. Perdarahan pervaginam mungkin hebat.
  4. Laparoscopy : untuk menyikapi adanya endometriosis atau kelainan bentuk panggul / pelvis.
  5. Pemeriksaan laboratorium. : HB dan hematokrit untuk mengetahui batas darah HB dan nilai hematikrit untuk menjelaskan banyaknya kehilangan darah. HB < 7 g/dl atau hematokrit < 20% dinyatakan anemia berat.
  6. Urinalisis : hematuria menunjukan adanya perlukaan kandung kemih.

Penatalaksanaan

Tindakan pertama adalah memberantas syok, memperbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah, kardiotinika, antibiotika, dsb. Bila keadaan umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi : 
  1. histerektomi baik total maupun sub total
  2. histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya lalu di jahit sebaik-baiknya
  3. konserfatif : hanya dengan temponade dan pemberian antibiotika yang cukup.
Tindakan yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adalah
  1. keadaan umum penderita
  2. jenis ruptur incompleta atau completa
  3. jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar, agak lama, pinggir tidak rata dan sudah banyak nekrosis
  4. tempat luka : serviks, korpus, segmen bawah rahim
  5. perdarahan dari luka : sedikit, banyak 
  6. umur dan jumlah anak hidup
  7. kemampuan dan ketrampilan penolong

Manajemen
  • segera hubungi dokter, konsultan, ahli anestesi, dan staff kamar operasi
  • buat dua jalur infus intravena dengan intra kateter no 16 : satu oleh larutan elektrolit, misalnya oleh larutan rimger laktat dan yang lain oleh tranfusi darah. ( jaga agar jalur ini tetap tebuka dengan mengalirkan saline normal, sampai darah didapatkan ).
  • Hubungi bank darah untuk kebutuhan tranfusi darah cito, perkiraan jumlah unit dan plasma beku segar yang diperlukan
  • Berikan oksigen
  • Buatlah persiapan untuk pembedahan abdomen segera ( laparatomi dan histerektomi )
  • Pada situasi yang mengkhawatirkan berikan kompresi aorta dan tambahkan oksitosin dalam cairan intra vena.

Konsep Asuhan Keperawatan

Pengkajian
  1. Identitas : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun
  2. Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar  keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
  3. Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli, hidroamnion, grandmulti gravida, primimuda, anemia, perdarahan saat hamil. Persalinan dengan tindakan, robekan jalan lahir, partus precipitatus, partus lama/kasep, chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi kala II dan III.
  4. Riwayat kesehatan : Kelainan darah dan hipertensi
  5. Pengkajian fisik :Tanda vitalv :Tekanan darah : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg), Nadi : Normal/meningkat ( 100-120 x/menit), Pernafasan : Normal/ meningkat ( 28-34x/menit ), Suhu : Normal/ meningkat, Kesadaran : Normal / turun, Fundus uteri/abdomen : lembek/keras, subinvolusi, Kulit : Dingin,v berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refill memanjan, Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea ( jumlah dan jenis ) dan Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang

Diagnosa Keperawatan
  1. Kekurangan volume cairan b/d perdarahan pervaginam
  2. Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan pervaginam
  3. Cemas/ketakutan b/d perubahan keadaan atau ancaman kematian
  4. Resiko infeksi b/d perdarahan
  5. Resiko shock hipovolemik b/d perdarahan.

Rencana tindakan keperawatan

Diagnosa Keperawatan. 1

Kekurangan volume cairan b/d perdarahan pervaginam

Tujuan : Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan

Rencana tindakan :
  • Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya tetap terlentang. R/ Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan memungkinkan darah keotak dan organ lain.
  • Monitor tanda vital. R/ Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat
  • Monitor intake dan output setiap 5-10 menit. R/ Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan fungsi ginjal
  • Evaluasi kandung kencing. R/ Kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi uterus
  • Lakukan massage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakan diatas simpisis. R/ Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu pelepasan placenta, satu tangan diatas simpisis mencegah terjadinya inversio uteri
  • Batasi pemeriksaan vagina dan rectum. R/ Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum meningkatkan terjadinya perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada serviks / perineum atau terdapat hematom
  • Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan cepat, pasien merasa mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera kolaborasi.
  • Berikan infus atau cairan intravena. R/ Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravaskular
  • Berikan uterotonika ( bila perdarahan karena atonia uteri ). R/ Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan
  • Berikan antibiotic.R/ Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena perdarahan
  • Berikan transfusi whole blood ( bila perlu ). R/ Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh.
Diagnosa Keperwatan. 2

Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan pervaginam

Tujuan: Tanda vital dan gas darah dalam batas normal

Rencana keperawatan :
  • Monitor tanda vital tiap 5-10 menit. R/ Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda vital
  • Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit. R/ Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di jaingan perifer berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang dingin
  • Kaji ada / tidak adanya produksi ASI. R/ Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin dimana diperlukan dalam produksi ASI
Tindakan kolaborasi :
  • Monitor kadar gas darah dan PH ( perubahan kadar gas darah dan PH merupakan tanda hipoksia jaringan )
  • Berikan terapi oksigen ( Oksigen diperlukan untuk memaksimalkan transportasi sirkulasi jaringan ).
Diagnosa Keperawatan. 3

Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian

Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang.

Rencana tindakan :
  • Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan. R/ Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
  • Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar ). R/ Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis
  • Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung. R/ Memberikan dukungan emosi
  • Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan. R/ Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui
  • Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya. R/ Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
  • Kaji mekanisme koping yang digunakan klien. R/ Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping yang tepat.
Diagnosa Keperawatan. 4

Resiko infeksi sehubungan dengan perdarahan

Tujuan : Tidak terjadi infeksi (lokea tidak berbau dan TV dalam batas normal)

Rencana tindakan :
  • Catat perubahan tanda vital. R/ Perubahan tanda vital ( suhu ) merupakan indikasi terjadinya infeksi
  • Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang lembek, dan nyeri panggul. R/ Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia, shock yang tidak terdeteksi
  • Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea. R/ Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea yang berkepanjangan
  • Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran nafas, mastitis dan saluran kencing. R/ Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan
  • Berikan perawatan perineal,dan pertahankan agar pembalut jangan sampai terlalu basah. R/ pembalut yang terlalu basah menyebabkan kulit iritasi dan dapat menjadi media untuk pertumbuhan bakteri,peningkatan resiko infeksi.
Tindakan kolaborasi
  • Berikan zat besi ( Anemi memperberat keadaan )
  • Beri antibiotika ( Pemberian antibiotika yang tepat diperlukan untuk keadaan infeksi ).
Diagnosa Keperawatan. 5

Resiko shock hipovolemik s/d perdarahan.

Tujuan: Tidak terjadi shock(tidak terjadi penurunan kesadaran 
dan tanda-tanda dalam batas normal)

Rencana tindakan :
  • Anjurkan pasien untuk banyak minum. R/ Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume intravascular sehingga dapat meningkatkan volume intravascular yang dapat meningkatkan perfusi jaringan.
  • Observasitanda-tandavital tiap 4 jam. R/ Perubahan tanda-tanda vital dapat merupakan indikator terjadinya dehidrasi secara dini.
  • Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi. R/ Dehidrasi merupakan terjadinya shock bila dehidrasi tidak ditangani secara baik.
  • Observasi intake cairan dan output. R/ Intake cairan yang adekuat dapat menyeimbangi pengeluaran cairan yang berlebihan.
  • Kolaborasi dalam : - Pemberian cairan infus / transfusi. R/ Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravaskular yang dapat meningkatkan perfusi jaringan sehingga dapat mencegah terjadinya shock.
  • Pemberian koagulantia dan uterotonika. R/ Koagulan membantu dalam proses pembekuan darah dan uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan.

Evaluasi

Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :

1. Tanda vital dalam batas normal :
  • Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg
  • Denyut nadi : 70-80 x/menit
  • Pernafasan : 20 – 24 x/menit
  • Suhu : 36 – 37 oc
2. Kadar Hb : Lebih atau sama dengan 10 g/dl

3. Gas darah dalam batas normal

4. Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang komplikasi dan pengobatan 
yang dilakukan

5. Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam mengungkapkan perasaan psikologis dan emosinya

6. Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari

7. Klien tidak merasa nyeri

8. Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya


Daftar Pustaka
  • Brunner & Suddart,s (1996), Textbook of Medical Surgical Nursing –2, JB. Lippincot Company, Pholadelpia.
  • Klein. S (1997), A Book Midwives; The Hesperien Foundation, Berkeley, CA.
  • Lowdermilk. Perry. Bobak (1995), Maternity Nuring , Fifth Edition, Mosby Year Book, Philadelpia.
  • Prawirohardjo Sarwono ; EdiWiknjosastro H (1997), Ilmu Kandungan, Gramedia, Jakarta.
  • RSUD Dr. Soetomo (2001), Perawatan Kegawat daruratan Pada Ibu Hamil, FK. UNAIR, Surabaya
  • Subowo (1993), Imunologi Klinik, Angkasa, Bandung.
  • Tabrani Rab 9 1998), Agenda Gawat Darurat, Alumni, Bandung.
Untuk mendownload laporan pendahuluan / LP ruptur uteri lengkap format doc dan pdf dibawah
Link Alternatif
Demikian laporan pendahuluan / LP ruptur uteri lengkap, download format doc dan pdf kami bagikan semoga bisa membantu teman perawat dan bidan dalam pembuatan tugas makalah, askep, askeb ataupun lp tentang ruftur uteri, semoga bermanfaat. terima kasih.
Advertisement

Iklan Sidebar