Info Populer 2022

Terbentuknya Kabinet Djuanda, Program Kerja dan Proses Berakhirnya Kabinet

Terbentuknya Kabinet Djuanda, Program Kerja dan Proses Berakhirnya Kabinet
Terbentuknya Kabinet Djuanda, Program Kerja dan Proses Berakhirnya Kabinet
Terbentuknya Kabinet Djuanda, Program Kerja dan Proses Berakhirnya Kabinet - Pada masa Demokrasi Liberal terdapat beberapa kabinet yang terbentuk seperti Kabinet Djuanda, Kabinet Ali, Kabinet Burhanudin, dan masih banyak lagi. Namun pembentukan kabinet yang terakhir pada masa tersebut diberi nama dengan Kabinet Djuanda. Kabinet ini dibentuk pada tanggal 9 April 1957 dan berlangsung sampai tanggal 5 Juni 1959. Apa itu Kabinet Djuanda? Bagaimana progaram kerjanya?Nah pada kesempatan kali ini saya akan menjelaskan tentang proses terbentuknya kabinet djuanda, program kerja kabinet djuanda, dan proses berakhirnya kabinet djuanda. Untuk lebih jelasnya dapat anda simak di bawah ini.
 Program Kerja dan Proses Berakhirnya Kabinet Terbentuknya Kabinet Djuanda, Program Kerja dan Proses Berakhirnya Kabinet
Kabinet Djuanda

Terbentuknya Kabinet Djuanda, Program Kerja dan Proses Berakhirnya Kabinet

Seperti halnya kabinet lainnya, kabinet djuanda memiliki proses terbentuknya, program kerja hingga proses berakhirnya kabinet tersebut. Terbentuknya kabinet djuanda terjadi pada awal tahun 1957. Kabinet Djuanda dapat disebut sebagai kabinet Karya. Kemudian kabinet ini juga memiliki program kerja kabinet djuanda yang digunakan sebagai tujuan pembentukan organisasi tersebut. Namun karena beberapa faktor mengakibatkan kabinet ini berakhir. Proses berakhirnya kabinet djuanda dijadikan sebagai awal kembalinya UUD 1945.
 18 Perbedaan Negara Maju dan Negara Berkembang Lengkap

Terbentuknya Kabinet Djuanda

Terbentuknya kabinet Djuanda diawali dengan pengunduran beberapa menteri kabinet Ali yang menyebabkan puncak ketegangan politik pada bulan Januari 1957. Peristiwa ini kian memuncak sejak tanggal 9 - 15 Januari 1957. Untuk mengatasi masalah tersebut muncul ide untuk melakukann reshuffle (perombakan kabinet). Namun hal ini tidak diaktualisasi oleh Presiden karena tidak dapat dijadikan sebagai jaminan keselamatan negara dan stabilitas pemerintahan. Krisis politik didalam negeri semakin bertambah pada saat itu, karena penyusunan UUD baru pengganti UUDS 1950 belum juga terselesaikan. Meskipun pihak Konstituante sendiri telah melakukan persidangan selama satu tahun lebih. Situasi pada masa tersebut semakin gawat dengan terbentuknya dewan militer disetiap daerah guna untuk melawan pemerintahan pusat.

Peristiwa peritiwa tersebut membuat Presiden memberikan pernyataan bahwa negara dalam keadaan bahaya, sehari sebelum penyerahan mandat dari Kabinet Ali. Runtuhnya Kabinet Ali membuat para partai politik melaksanakan politik "Dagang Sapi" yaitu proses tawar menawar beberapa partai dalam penyusunan kabinet koalisi seperti lembaga dan sebagainya. Kemudian terjadilah proses terbentuknya Kabinet Djuanda yang didirikan oleh Ir. Djuanda (non partai) sesuai dengan mandat Presiden Soekarno. Kabinet baru ini resmi didirikan pada tanggal 9 April 1957 meski dalam keadaan yang kurang menyenangkan. Hal ini dikarenakan Kabinet Djuanda termasuk ke dalam zaken kabinet yang artinya kabinet yang disusun oleh beberapa pakar ahli yang sesuai dengan bidangnya.
 Program Kerja dan Proses Berakhirnya Kabinet Terbentuknya Kabinet Djuanda, Program Kerja dan Proses Berakhirnya Kabinet
Ir. Djuanda
Kabinet Djuanda terdiri dari Perdana Menteri Ir. Djuanda beserta 3 wakilnya yaitu Dr. Leimena, Mr. Hardi dan Idham Chalid. Terbentuknya kabinet Djuanda telah mengemban tugas yang cukup berat seperti memperjuangkan kembalinya Irian Barat, menghadapi keuangan serta perekonomian yang memburuk dan menghadapi kekacauan yang terjadi disetiap daerah. Pembentukan kabinet Djuanda atas saran Presiden ini dianggap inkonstutisional atau tidak sesuai dengan Undang Undang Dasar. Bahkan pihak Masyumi menentang keputusan tersebut dan melakukan pemecatan terhadap angotanya yang akan dijadikan sebagai menteri Kabinet Karya. Kemudian pihak NU dan para tokoh PNI memberikan pernyataan bahwa negara sedang dalam keadaan darurat. Tindakan Presiden tersebut juga dianggap Bung Hatta sebagai tindakan inkonstutisional. 

Sebenarnya Presiden diberikan wewenang dalam menunjuk formatur. Namun formatur tersebut tidak diperbolehkan memiliki jabatan yang sama dengan seorang Presiden. Pada masa tersebut terbentuknya Kabinet Djuanda memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan negara meskipun hanya berdiri selama 2 tahun saja. Kabinet tersebut juga ikut berperan dalam penentuan kedudukan negara, perlawanan terhadap Belanda hingga berhubungan dengan sistem pemerintahan demokrasi. Kemudian pada bulan Mei 1957, Presiden dijadikan sebagai Ketua Dewan Nasional yang diberikan wewenang resmi dalam memaksa kabinet agar setuju dengan perintahnya. Dewan Nasional merupakan organisasi baru yang berguna sebagai tempat penyaluran dan penampungan kekuatan dalam masyarakat.
 Kebudayaan Proto Melayu dan Deutro Melayu Beserta Proses Kedatangannya
Presiden Soekarno sebelumnya telah mengusulkan pembentukan Dewan tersebut sebagai awal pembentukan demokrasi terpimpin. Maka dari itu ketika terbentuknya kabinet Djuanda, kabinet ini tidak dapat melakukan pekerjaannya secara independen. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa kebijakan strategis (kekuasaan pemerintahan dualisme) yang harus sesuai dengan keputusan Presiden.

Program Kerja Kabinet Djuanda

Kabinet Djuanda memiliki program kerja yang disesuaikan dengan tujuan awal pembentukan organisasi tersebut. Adapun beberapa program kerja kabinet djuanda sebagai berikut:
  • Mempercepat adanya pembangunan.
  • Memperjuangkan Irian Barat.
  • Melakukan pembentukan Dewan Nasional yang sesuai dengan konsepsi Presiden.
  • Melakukan pembentukan Depernes atau Departemen Penerangan Naional pada bulan Juni 1957.
Ketika proses terbentuknya Kabinet Djuanda terdapat beberapa peristiwa penting yang terjadi. Berikut beberapa kejadian penting ketika melaksanakan program kerja kabinet Djuanda:

Ketika Memperjuangkan Irian Barat
Peristiwa penting dalam proses pelaksanaan program kerja Kabinet Djuanda yang pertama terjadi pada saat memperjuangkan Irian Barat. Perjuangan Irian Barat dipimpin oleh Pemerintah dan didukung oleh pihak militer negara disertai alat alat negara. Selain itu adapula organisasi pemuda, massa, ulama, wanita, buruh, veteran, petani dan lain sebagainya yang ikut mendukung perjuangan Irian Barat tersebut. Pada saat itu terdapat pembentukan Panitia Aksi Pembebasan Irian Barat pada pertengahan Oktober 1957 dan telah memiliki beberapa cabang disetiap daerah. Panitia tersebut diketuai oleh Soedibjo (Menteri Penerangan) yang menjabat sejak tanggal 1 Desember 1957 sesuai dengan pengesahan Kabinet Djuanda. Pada tanggal 2 Desember 1957, Kabinet Karya menginstruksikan para buruh yang tergabung dalam organisasi buruh Belanda untuk melakukan pemogokan kerja selama 1 hari penuh. Aksi mogok kerja ini dilakukan untuk mendukung adanya pengambilalihan perusahaan milik Belanda yang terjadi pada tanggal 3 - 13 Desember 1957.

Ketika Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara RI
Peristiwa penting dalam proses pelaksanaan program kerja Kabinet Djuanda selanjutnya terjadi pada saat mendirikan Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia. Gerakan ini didirikan oleh Husein selaku Ketuanya pada tanggal 10 Februari 1958. Gerakan Perjuangan Menyelamatknn Negara Republik Indonesia memiliki tujuan yaitu menuju Indonesia yang makmur dan adil. Dalam menyukseskan tujuan tersebut gerakan ini memberikan ultimatum ke Kabinet Djuanda yaitu:
  • Kedudukan Presiden harus kembali ke konstitusional lagi.
  • Membentuk Kabinet Kerja Nasional yang diketuai oleh Hatta dan Hamengku Buwana serta membubarkan Kabinet Djuanda.
Ultimatum ini harus dilaksanakan selama 5 x 24 jam. Apabila tidak dipenuhi maka Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia akan mengambil tindakan sendiri. Namun secara tegas Kabinet Djuanda menolak ultimatum tersebut. Bahkan Kabinet tersebut memecat para perwira AD yang terlibat dengan gerakan itu seperti Lubis, Husein, Jambek dan Simbolon.
 Kebijakan Politik Pintu Terbuka Dalam Pemerintahan Hindia Belanda
Ketika Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia atau PRRI
Peristiwa penting dalam proses pelaksanaan program kerja Kabinet Djuanda selanjutnya terjadi pada saat Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). PRRI dibentuk setelah berakhirnya ultimatum gerakan perjuangan menyelamatkan negara RI. Ketua PRRI ialah mantan Presiden PDRI, Syarifudin Prawiranegara yang kedudukannya di Bukittinggi. Organisasi PRRI semakin luas ketika bergabungnya Permesta sebagai anggota pendukung. Organisasi ini kemudian mengubah namanya menjadi PRRI Permesta. Permesta didirikn oleh Mayor Somba pada tanggal 17 Februari 1958 yang bermarkas di Dewan Manguni, Manado.

Ketika Deklarasi Djuanda
Peristiwa penting dalam proses pelaksanaan program kerja Kabinet Djuanda selanjutnya terjadi pada saat Deklarasi Djuanda. Deklasari ini dilakukan untuk menentukan batas laut teritorial atau wilayah perairan Indonesia dari 3 mil menjadi 12 mil. Penghitungan batas wilayah ini berawal dari garis pantai ketika air laut surut sampai zona ekslusif sejauh 200 mil.

Berakhirnya Kabinet Djuanda

Berakhirnya kabinet Djuanda menjadi awal peneriman gagasan untuk kembali menggunakan UUD 1945. Gagasan ini dicetuskan oleh Nasution dalam Konferensi Komando Daerah Militer pada tanggal 19 Februari 1959. Pada saat sidang, Kabinet Djuanda memutuskan untuk meminta Presiden agar memberikan amanat kepada Konstituante agar UUD 1945 kembali digunakan. Untuk memutuskan hal itu (sesuai dengan UUDS 1950), minimal dua pertiga anggota Konstituante harus menghadiri rapat dan dua pertiga anggota tersebut harus menyetujuinya. Namun mayoritas anggota Konstituante tidak menyetuju dan menghadiri rapat tersebut meskipun telah diadakan 3 kali pemungutan suara. Kemudian Presiden dipaksa oleh pihak yang bekerja sama dengan militer agar mengundang UUD 1945 kembali menggunakan dekrit. Akhirnya penyampaian dekrit Presiden dilakukan pada taggal 5 Juli 1959 yang isinya:
  • Berlakunya UUD 1945 kembali.
  • Pembubaran Konstituante.
  • Pembentukan DPAS dan MPRS dalam waktu sesingkat singkatnya.
Pemberlakukan Dekrit Presiden ini merupakan awal bergantinya sistem pemerintahan demokrasi liberal menjadi demokrasi terpimpin. Kemudian terjadilah proses berakhirnya kabinet Djuanda dan digantikan dengan Kabinet Kerja.
Advertisement

Iklan Sidebar